Saturday, December 14, 2013

Hubungan Manusia dengan Lingkungannya

BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Dapat kita ketahui bahwa manusia dan lingkungan itu mempunyai hubungan timbal balik. Manusia sangat membutuhkan suatu lingkungan yang baik, aman dan kondusif. Karena dengan lingkungan tersebut manusia dapat berkembang dengan baik pula. Dan sebaliknya lingkungan juga membutuhkan manusia, dengan manusia yang baik maka baik pula lingkungannya. Untuk mengetahui hubungan manusia dengan lingkungannya akan kami bahas dalam makalah yang sederhana ini.

  1. Rumusan masalah
1.      Bagaimanakah hubungan manusia dengan lingkungannya?
2.      Apa peranan yang ditimbulkan oleh manusia dalam hubungannya dengan lingkungan?
3.      Apa saja metode yang digunakan dalam penelitian hubungan manusia dengan lingkungannya?

BAB II
PEMBAHASAN

  1. Hubungan manusia dengan lingkungannya
Para ahli psikologi di Amerika pada umumnya cenderung untuk lebih mementingkan peranan faktor lingkungan (lihat antara lain Kamin, 1981) dari pada faktor keturunan, dikarenakan budaya Amerika yang sangat mengagungkan persamaan hak individual, termasuk persamaan hak untuk tumbuh dan berkembang yang hanya mungkin terjadi bila faktor keturunan tidak memberikan batasannya. Charles Crawford (dalam Rathus, 1986) mengatakan bahwa konflik faktor keturunan, faktor lingkungan dan intelegensi telah berkembang keluar batas fikiran sehat dan penyebabnya adalah konflik antara nilai dasar Amerika dengan temuan-temuan ilmiah. Kasus kontroversial Jensen merupakan salah satu bukti akan masalah tersebut.[1]
Maka dari itu, Allah telah menjelaskan kepada kita dalam Al Qur’an bahwa faktor keturunan dan lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat dalam pada kejadian manusia. Tetapi disana ada kemauan manusia yang dapat mengalahkan keturunan dan lingkungan tersebut dengan pertolongan Allah. Akan tetapi para sarjana banyak melalaikan faktor ‘inayah (pertolongan) Allah.

  1. Faktor keturunan
Al Qur’an berbicara kepada kita tentang pengaruh keturunan dalam proses kejadian manusia dan Al Qur’an memperlihatkan juga kepentingan ini. Al Qur’an mengisahkan bagaimana Allah mengutamakan keluarga Ibrahim dari sekalian alam sebagai hasil dari keturunan yang soleh yang terus turun kepada generasi berikutnya. Al Qur’an mengisyaratkan kepada kita baik secara implisit maupun eksplisit tentang keharusan berhati-hati dan cermat memilih istri dan suami. Tetapi dalam waktu bersamaan, Al Qur’an menyuruh kita memeperhatikan bagaimana faktor-faktor keturunan seringkali berlainan dan kadang-kadang kehilangan pengaruhnya.[2]

  1. Faktor lingkungan
Allah memberitahukan kepada kita bahwa lingkungan juga mempunyai pengaruh yang sangat dalam. Pengaruh lingkungan yang baik sangat jelas pengaruhnya pada proses pertumbuhan seorang manusia di mana Allah menyiapkan dari keluarga yang soleh dan mulia.[3] Maka terbentuklah kepribadian seorang yang soleh dan mulia juga.
Pengaruh lingkungan terhadap individu sebenarnya telah diawali sejak terjadinya pembuahan. Sejak pembuahan sampai saat kelahiran, lingkungan telah mempengaruhi calon bayi lewat ibunya. Misalnya defisiensi kalsium dalam aliran darah sang ibu dapat menyebabkan abnormalitas tulang bayi.
Setelah kelahiran, pengaruh faktor lingkungan terhadap individu semakin penting dan besar. Proses yang paling berpengaruh setelah masa ini adalah proses belajar (learning) yang menyebabkan perbedaan perilaku individu satu dengan yang lainnya. Apa yang dipelajari dan diajarkan pada seseorang akan sangat menentukan apa dan bagaimana reaksi individu terhadap stimulus yang dihadapinya. Sikap, perilaku, reaksi emosional dan semacamnya merupakan atribut yang dipelajari dari lingkungan. Seorang anak yang diasuh dalam keluarga yang terbiasa menjerit-jerit bila memanggil dan menjerit-jerit pula bila memarahi, akan tumbuh menjadi anak yang berbicara keras dan kasar. Seorang anak yang selalu ditakut-takuti pada dokter akan menyimpan konsep dokter sebagai ancaman, bukan sebagai penolong.
Lewat proses belajar, pengaruh budaya secara tidak lagsung juga mempengaruhi individu. Standar dan norma sosial yang berlaku pada suatu kelompok budaya tempat individu berada akan menentukan apa yang benar dan apa yang salah, apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Norma itulah yang akan menjadi acuan individu dalam berfikir dan berperilaku. Anak yang kerap menonton film kekerasan, apalagi kekerasan itu dilakukan oleh tokoh yang dijagokannya, akan meletakkan kekerasan ke dalam konsepnya mengenai hal yang baik dan dapat diterima, dan kelak pada gilirannya ia akan mampu melakukan kekerasan pada orang lain tanpa rasa bersalah. Bukankah norma kita terhadap cara berpakaian sudah jauh lebih longgar dari pada sepuluh tahun yang lalu adalah akibat seringnya kita disuguhi cara berpakaian terbuka aurat oleh film dan oleh orang terkenal di masyarakat seperti para penyanyi di televisi.
Demikianlah pengaruh faktor warisan yang dibawa individu sejak dalam kandungan dan pengaruh lingkungan tempat dia berada dan dibesarkan akan bersama-sama membentuk sifat dan karakter dalam diri manusia sehingga individu yang satu tidak persis sama dengan individu yang lainnya. Besarnya peranan masing-masing determinan tersebut tidaklah sama dalam membentuk perbedaan bagi berbagai sifat A, misalnya, mungkin faktor keturunan lebih berperanan sedangkan bagi pembentukan sifat B faktor lingkunganlah yang lebih menentukan.[4]

  1. Peranan manusia dalam hubungannya dengan lingkungan
Manusia dapat berhubungan dengan lingkungannya adalah dengan melakukan aktivitas[5]. Dalam psikologi, aktivitas adalah sebuah konsep yang mengandung arti fungsi individu dalam interaksinya dengan sekitarnya. Aktivitas psikis adalah hubungan khusus dari benda hidup dengan lingkungan. Ia menengahi, mengatur dan mengontrol hubungan-hubungan antara organisme dan lingkungan. Aktivitas psikis didorong oleh kebutuhan yang diarahkan pada obyek yang dapat memenuhi kebutuhan ini, dan dipengaruhi oleh sistem tindakan-tindakan.
Aktivitas psikis manusia mempunyai suatu ciri atau corak sosial dan ditentukan oleh kondisi-kondisi kehidupan sosial. Aktivitas psikis manusia bisa eksternal dan internal.
Aktivitas psikis eksternal terdiri dari operasi-operasi yang spesifik manusia dengan obyek-obyek yang ada yang dipengaruhi oleh lengan, tangan, jari-jari dan kaki. Aktivitas psikis internal berlangsung dalam pikiran, dengan menggunakan “tindakan-tindakan mental” di mana manusia beroprasi bukan dengan obyek-obyek yang ada dan bukan melalui gerakan-gerakan fisis, melainkan dengan gambaran-gambaran dinamisnya. Aktivitas internal merencanakan aktivitas eksternal. Ia timbul atas dasar aktivitas eksternal, dan merealisasikan dirinya melalui aktivitas eksternal.
Pembagian kerja menyebabkan pembendaan antara bentuk-bentuk teoritis dan praktis aktivitas manusia. Sesuai dengan tingkatan kebutuhan manusia dan kebutuhan masyarakat, akan timbul juga tingkatan jenis-jenis konkret aktivitas, yang masing-masing biasanya menganut unsur-unsur aktivitas eksternal dan internal, praktis dan teoritis.[6]

  1. Metode-metode penelitian hubungan manusia dengan lingkungannya
Metode pendekatan yang digunakan dalam mempelajari pengaruh faktor herediter dan faktor lingkungan terhadap individu menghendaki agar pengaruh faktor herediter dan faktor lingkungan dapat dikendalikan secara sistematik. Jadi penelitian dilakukan dengan mngendalikan pengaruh faktor bawaan dan membiarkan faktor lingkungan bervariasi atau dengan mengendalikan faktor lingkungan dan membiarkan faktor bawaan bervariasi (Komorita, dkk., 1967).
1.      Hereditas terkendali dan lingkungan bervariasi
Penelitian dengan menggunakan kembar identik merupakan contoh situasi di mana hereditas dikendalikan karena anak kembar identik berasal dari pembuahan ovum tunggal dan memiliki rangkaian gen yang identik (disebut kembar monozigotic atau kembar MZ). Jadi, dari sudut faktor bawaan, anak kembar identik adalah sama. Dengan melihat perbedaan sifat dan perilaku mereka setelah berada dalam lingkungan untuk jangka waktu tertentu akan dapat terlihat apa yang dilakukan oleh lingkungan terhadap mereka, misalnya dengan cara membandingkan pasangan kembar identik yang dibesarkan terpisah dengan pasangan yang dibesarkan bersama. Namun hendaknya diingat bahwa dalam studi yang menggunakan kembar identik kita tidak bisa menjadikan lingkungan bervariasi secara sistematik.
2.      Lingkungan terkendali dan hereditas bervariasi
Untuk menempatkan manusia dalam suatu lingkungan yang benar-benar terkendali, dapat dikatakan mustahil untuk dilakukan. Walaupun dapat dilakukan pengendalian terhadap lingkungan akan tetapi dua lingkungan hanya akan tampak sama secara fisik sedangkan bagi individu di dalamnya akan terasa berbeda secara psikologis dan karenanya dapat menimbulkan efek yang berbeda pula. Itulah sebabnya penelitian yang menghendaki pengendalian lingkungan banyak dilakukan lewat penggunaan hewan sebagai subyeknya dikarenakan hewan lebih dapat dicegah dari pengaruh faktor-faktor luar yang tidak dikehendaki. Apalagi kalau diperlukan penyilangan keturunan maka pada hewan akan mudah dilakukan sedangkan pada manusia pasti tidak akan mungkin.
3.      Studi kemiripan dalam keluarga
Metode ini mempelajari kemiripan yang terjadi antara anak-orangtua, antara anak dengan saudara sekandung, antar kembar framental (yang berasal dari dua sel telur dan disebut juga kembar dizygotic atau kembar DZ), dan antar kembar identik. Dengan cara mempelajari kemiripan dalam keluarga seakan-akan peneliti berada dalam situasi hereditas yang bervariasi dan lingkungan yang terkendali. Bila hereditas memang memiliki pengaruh signifikan terhadap individu dan pengaruh lingkungan terkontrol maka mereka yang memiliki hubungan kekeluargaan dekat tentu akan lebih mirip satu sama lain. Sebagai contoh, anak kembar identik akan lebih mirip satu sama lain dibandingkan dua anak bersaudara sekandung. Adik dan kakak akan lebih mirip dari pada anak dan keponakan.
4.      Studi sejarah keluarga
Studi mengenai sejarah keluarga memanfaatkan informasi mengenai garis keturunan dan keluarga dari beberapa informasi mengenai garis keturunan dan keluarga dari beberapa generasi. Dengan mempelajari garis keturunan suatu keluarga, seorang peneliti seakan berada dalam situasi yang menyerupai eksperimen pembiakan selektif (selective breeding). Memang dalam kondisi ini faktor lingkungan tidak sepenuhnya terkendali dan faktor herediter tidak dapat dibuat bervariasi secara sistematik, akan tetapi kondisi inilah yang paling mendekati situasi pembiakan selektif yang dapat dilakukan pada manusia. Studi sejarah keluarga dapat menunjukkan adanya bukti-bukti akan efek faktor keturunan sekalipun tidak mustahil pula menghasilkan bukti adanya pengaruh faktor lingkungan.
Eysenck (1981) mengatakan bahwa tidaklah benar untuk menganggap hanya satu cara saja yang dapat dipergunakan dalam penelitian mengenai pengaruh faktor lingkungan dan faktor bawaan dikarenakan metode-metode tersebut bersifat saling melengkapi dari berbagai sudut pandang permasalahannya.[7]


BAB III
PENUTUP

  1. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
  1. Hubungan manusia dengan lingkungan mempunyai dua faktor yang saling melengkapi dan tidak dapat dipilah-pilah faktor mana yang lebih berpengaruh terhadap manusia, yaitu faktor bawaan dan faktor lingkungan.
  2. Manusia dapat berhubungan dengan lingkungannya adalah dengan melakukan aktivitas. Sedangkan aktivitas itu terbagi menjadi dua, yaitu aktivitas internal dan eksternal. Aktivitas internal merencanakan aktivitas eksternal. Ia timbul atas dasar aktivitas eksternal, dan merealisasikan dirinya melalui aktivitas eksternal.
  3. Metode-metode yang digunakan dalam penelitian hubungan manusia dengan lingkungannya adalah:
a.       Hereditas terkendali dan lingkungan bervariasi
b.      Lingkungan terkendali dan hereditas bervariasi
c.       Studi kemiripan dalam keluarga
d.      Studi sejarah keluarga

  1. Saran
Harapan kami kepada para pembaca khusus bagi dosen pembimbing agar  kiranya memperbaiki setiap kesalahan atau kesimpulan baik disengaja maupun tidak disengaja, dalam uraian isi makalah ini khususnya, dan para mahasiswa umumnya.

DAFTAR PUSTAKA


Azhim, Ali Abdul. Epistemologi dan Aksiologi Ilmu Perspektif Al Qur’an. Bandung: CV Rosda. 1989.

Azwar, Saifuddin. Pengantar Psikologi Intelegensi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2004.

Bagus, Lorens. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia. 2002.




       [1] Saifuddin Azwar, Pengantar Psikologi Intelegensi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 86.
       [2] Ali Abdul Azhim, Epistemologi dan Aksiologi Ilmu Perspektif Al Qur’an (Bandung: CV Rosda, 1989), 117-120.
       [3] Ibid, 124.
       [4] Saifuddin Azwar, Pengantar Psikologi Intelegensi, 74-76.
       [5] Dari bahasa Inggris: activity; Latin: activitas. Seakar dengan kata aksi dan aktus. Dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan dengan kata “kegiatan”.
       [6] Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia, 2002), 34-36.
       [7] Saifuddin Azwar, Pengantar Psikologi Intelegensi, 76-79.


EmoticonEmoticon