Saturday, December 14, 2013

SHOLAT-SHOLAT SUNNAH (dhuha, tahajjud dan istikhoroh)

Tags

                        I.    Pendahuluan
Shalat merupakan rukun Islam yang kedua. Selain shalat fardhu lima waktu yang diwajibkan ada beberapa shalat yang disunahkan di antaranya shalat dhuha, shalat tahajjud dan shalat istikharah yang selanjutnya akan dibahas pada makalah ini.


II.    Pembahasan
A.    Shalat Dhuha
1.      Arti shalat Dhuha
Shalat Dhuha ialah shalat sunah yang dikerjakan pada waktu matahari sedang naik. Sekurang-kurangnya shalat ini dua rakaat, boleh 4 raka’at, 6 raka’at, 8 raka’at dan 12 raka’at.[1]
2.      Hukum shalat Dhuha
Mengenai hukum shalat sunah Duha ini, Ibnul Qayim telah mengumpulkan beberapa pendapat, hingga mencapai enam pendapat, sebagai berikut:
1)      Bahwa hukumnya termasuk sunah yang disukai.
2)      Tidak disyariatkan sunah Dhuha itu kecuali karena ada sebab.
3)      Tidak disunahkan sama sekali.
4)      Sunah dikerjakan, tetapi sekali waktu boleh dikerjakan dan suatu waktu boleh ditinggalkan, tidak perlu terus-menerus.
5)      Disunahkan terus-menerus mengerjakannya di rumah.
6)      Bahwa shalat sunah dhuha itu, bid’ah.
Dalam kitab Ibnu Qayim itu sudah disebutkan landasan masing-masing pendapat tersebut, ketahuilah bahwa shalat sunah Dhuha itu sunat yang sangat disukai, sebagaimana ditetapkan oleh Ibnu Daqiqil’id.[2]
Shalat Dhuha hukumnya sunah. Barangsiapa menginginkan pahalanya, hendaklah dikerjakan dan bila tidak dikerjakan maka tidak berdosa. Dari Abu Said r.a. berkata:
كاَنَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يُصَلِّ الضُّحَى حَتَّى نَقُوْلَ لاَ يَدَعُهَا, وَيَدَعُهَا حَتىَّ نَقُوْلَ لاَ يُصَلِّهاَ. (رواه الترمذى)
Artinya: “ Rasulullah SAW selalu melaksanakan shalat Dhuha sampai-sampai kita mengira bahwa beliau tidak pernah meninggalkannya, tetapi jika telah meninggalkan sampai-sampai kita mengira, bahwa beliau tidak pernah mengerjakannya.”
(H.R. Turmudzi).[3]
3.      Waktu shalat Dhuha
Permulaan shalat Dhuha ini kira-kira matahari sedang naik setinggi ± 7 hasta dan berahir di waktu matahari lingsir. Disunahkan juga melaksanakan pada waktu matahari naik agak tinggi dan panas agak terik. Dari Zaid bin Arqam r.a. berkata:
عَنْ زَيْدِبْنِ أرْقَمَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّهُ رَأَى قَوْماً يُصَلُّوْنَ مِنَ الضُّحَى فَقاَلَ: أَمَا لَقَدْ عَلِمُوْا أَنَّ الصَّلاَةَ فِى غَيْرِ هَذِهِ السَّاعَةِ أَفْضَلُ, اِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ: صَلاَةُ اْلاَوَّبِيْنَ حِيْنَ تَرْمَضُ الْفِصَلُ. (رواه مسلم)
Artinya: “ Zaid bin Arqom r.a. melihat orang-orang sembahyang Dhuha, maka ia berkata: Ingatlah, sesungguhnya mereka telah mengetahui bahwa sembahyang itu dilain sa’at ini lebih utama. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Sembahyang Dhuha itu (Sholatul Awwabin) sembahyang orang yang kembali kepada Allah, setelah orang-orang mulai lupa dan sibuk bekerja, yaitu pada waktu anak-anak unta bangun karena mulai panas tempat berbaringnya. (H.R. Muslim)[4]
4.      Bilangan raka’atnya
Dilaksanakan dua raka’at, sebagaimana dalam hadits:
عَنْ اَبِىْ هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: اَوْ صَانِىْ خَلِيْلِىْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِصِياَمِ ثَلاَثَةِ اَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَكْعَتَِى الضُّحَى وَاَنْ اُوْتِرَ قَبْلَ اَنْ اَرْقُدَ.
 (متفق عليه)
Artinya: Abu Hurairah R.A. berkata: “Kekasihku Rasulullah SAW berpesan kepada saya supaya berpuasa tiga hari tiap-tiap bulan dan shalat Dhuha dua raka’at dan shalat witir sebelum tidur.” (Sepakat Ahli Hadits: Bukhari dan Muslim).
Dilaksanakan empat raka’at, sebagaimana dalam hadits:
كَانَ النَّبِيَّ صَلَّى الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّى الضُّحَى اَرْبَعَ رَكْعَاتٍ وَيَزِدُ مَا شَاءَ الله  (رواه احمد و مسلم و ابن ماجه)
Artinya: Aisyah r.a. berkata: “ Rasulullah SAW biasa melaksanakan shalat Dhuha empat raka’at dan kadang- kadang melebihi dari itu sekehendak Allah.” (H.R. Muslim)
Dilaksanakan delapan raka’at, sebagaimana dalam hadits:
اَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى سُبْحَةَ الضُّحَى ثَمَانِىَ رَكْعَاتٍ يُسَلِّمُ مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ. (رواه ابو داود باستاد صحيح)
Artinya: “Bahwa Nabi SAW mengerjakan shalat Dhuha sebanyak delapan raka’at dan tiap-tiap dua raka’at bersalam.” (H.R. Abu Daud)
Dilaksanakan dua belas raka’at, sebagaimana dianjurkan oleh Rasulullah SAW:
عَنْ اَنَسٍ رَضِىَ الله ُ عَنْهُ قَالَ: قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ صَلَّى الضُّحَى اِثْنَتَىْ عَشَرَةَ رَكْعَةً بَنَى الله ُ لَهُ قَصْرًا فِى الجَنَّةِ. (رواه الترمذى)
Artinya: Dari Anas r.a. berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang shalat Dhuha dua belas raka’at, niscaya Allah dirikan gedung baginya di sorga.” (H.R. Turmudzi)[5]
5.      Fadhilah mengerjakan shalat Dhuha
Shalat Dhuha sangat banyak sekali fadhilahnya bagi yang melaksanakan terlebih kalau dimudawamahkan dan dibiasakan setiap hari. Sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a.:
Artinya: “Siapa saja yang dapat mengerjakan shalat Dhuha dengan langgeng, akan diampuni dosanya oleh Allah, sekalipun dosa itu sebanyak busa lautan.” (H.R. Turmudzi)
Dalam hadits lain:
Artinya: “Shalat Dhuha itu mendatangkan rizqi dan menolak kekafiran (kemiskinan) dan tidak ada yang akan memelihara shalat Dhuha, kecuali hanya orang-orang yang bertaubat.”
Dari Nuwas bin Sam’an r.a. bahwa Nabi SAW bersabda:
Artinya: “Allah ‘azza wajalla berfirman: Wahai anak Adam, jangan sekali-kali engkau malas mengerjakan empat raka’at pada waktu permulaan siang (yakni shalat Dhuha), nanti pasti akan kecukupan kebutuhanmu pada sore harinya.” (H.R. Hakim dan Thabrani)
Dari Abu Dzar r.a. berkata:
Artinya: “Rasulullah SAW bersabda: “Hendaknya masing-masing tiap-tiap pagi bershadaqah untuk persendian (ruas tulang) badannya. Maka tiap kali bacaan tasbih itu shadaqah, setiap tahmid (bacaan al Hamdulillah) itu shadaqah, setiap tahlil itu shadaqah, setiap takbir itu juga shadaqah, menyuruh kebaikan dan melarang kejahatan (amar ma’ruf nahi munkar)itu shadaqah, dan sebagai ganti itu semua, cukuplah mengerjakan shalat Dhuha dua raka’at.” (H.R. Ahmad, Muslim dan Abu Dawud)
Dari Abu Hurairah r.a. dinyatakan, bahwa Nabi SAW bersabda:
Artinya: “Bahwsanya di sorga ada pintu yang dinamakan “Dhuha”. Maka jika telah datang hari kiamat kelak, berserulah (malaikat) penyeru: “Manakah orang-orang yang telah melanggengkan shalat Dhuha?” Inilah pintu kamu, silahkan masuk ke dalam dengan rahmat Allah.” (H.R. Ath Tabrani).[6]
6.      Surat-surat yang dibaca
1)          Surat-surat yang dibaca sesudah membaca Al Fatihah pada tiap-tiap raka’at boleh surat mana saja yang mudah. Dalam Al Qur’an dinyatakan:
فَاقْرَءُوْا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْا َنِ (المزمل: 20)
Artinya: ……..bacalah oleh kamu apa-apa ayat yang mudah dari pada al Qur’an.” (S. Al Muzammil: 20)
2)          Apabila dikerjakan dua raka’at, disunatkan pada raka’at pertama sesudah membaca Al Fatihah yaitu membaca surat Asy Syamsi dan pada raka’at kedua sesudah membaca Al Fatihah membaca surat Adh Dhuha. Jika dikerjakan lebih dari dua raka’at maka disunahkan tiap-tiap dua raka’at salam. Surat yang dibaca seperti tersbut di atas, sedang raka’at selebihnya membaca surat Al Kafirun dan surat Al Ikhlas.[7]
3)          Cara yang terbaik apabila dikerjakan dua raka’at. Sesuai dengan hadits Nabi SAW yang artinya:
“Anas r.a. meriwayatkan dari Nabi SAW “Barang siapa yang melaksanakan shalat Dhuha membaca pada raka’at yang pertama surat Fatihah dan ayat kursi sepuluh kali, serta pada raka’at yang kedua sesudah Fatihah membaca surat Al Ikhlas sepuluh kali, pasti ia mendapat keridhaan yang terbesar dari Allah.”
7.      Doa yang dibaca setelah selesai shalat Dhuha
اَلَّهُمَّ اِنَّ الضُّحَاءَ ضُحاَءُكَ وَالْبَهاَءَ بَهاَءُكَ وَالْجَمَالَ جَماَلُكَ وَالْقُوَّةَ قُوَّتُكَ وَالْقُدْرَةَ قُدْرَتُكَ وَالْعِسْمَةَ عِسْمَتُكَ, اَللَّهُمَّ اِنْ كاَنَ رِزْقِىْ فِى السَّماَءِ فَاَنْزِلْهُ وَ اِنْ كاَنَ فِى اْلاَرْضِ فَاَحْرِجْهُ وَ اِنْ كاَنَ مُعْسِرًا فَيَسِرْهُ وَ اِنْ كَانَ حَرَاماً فَطَهِّرْهُ وَ اِنْ كاَنَ بَعِيْدًا فَقَرِبْهُ بِحَقِّ ضُحَاءِكَ وَ بَهَاءِكَ وَ جَمَالِكَ وَقُوَّتِكَ وَ قُدْرَتِكَ اَتِنِى مَا اَتَيْتَ عِباَدِكَ الصَّالِحِيْنَ.
Artinya: “Ya Allah bahwasanya waktu dhuha itu waktu Dhuha-Mu, kemegahan ialah kemegahan-Mu, keindahan itu keindahan-Mu, kekuatan itu kekuatan-Mu, kekuasaan itu kekuasaan-Mu, dan perlindungan itu perlindungan-Mu. “Ya Allah jika rizkiku masih di atas langit, turunkanlah dan jika ada di dalam bumi keluarkanlah, jika sukar mudahkanlah, jika haram sucikanlah, jika masih jauh dekatkanlah, berkat waktu dhuha, keagungan, keindahan, kekuatan dan kekuasaan-Mu, limpahkanlah kepada kami seperti yang telah Engkau limpahkan kepada hamba-hamba-Mu yang shaleh.”[8]
B.     Shalat Tahajjud
1.      Arti Shalat Tahajjud
Shalat Tahajjud ialah shalat sunah yang dikerjakan pada waktu malam. Sedikitnya dua raka’at dan sebanyak-banyaknya tidak terbatas.[9]
Hukum Shalat Tahajjud
Shalat Tahajjud adalah shalat malam yang sangat dianjurkan, sebagaimana firman Allah:
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا (79) 
Artinya: “Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji.” (Q.S. Al Isra’: 79)[10]
2.      Waktu Shalat Tahajjud
Waktunya sesudah shalat ‘Isya sampai terbit fajar. Dikerjakan setelah bangun dari tidur meskipun hanya sebentar. Jika dikerjakan sebelum tidur maka bukanlah shalat Tahajjud melainkan shalat Witir. Untuk mengerjakan shalatTahajjud mulai dari shalat ‘Isya’ sampai terbit fajar ini dapat dibagi menjadi tiga bagian:
1)      Sepertiga pertama, yaitu kira-kira dari jam 19 sampai dengan jam 22, ini saat utama.
2)      Sepertiga kedua, yaitu kira-kira dari jam 22 sampai dengan jam 1, ini saat yang lebih utama.
3)      Sepertiga ketiga, yaitu kira-kira dari jam 1 sampai dengan masuknya waktu subuh, ini saat yang paling utama.[11]
3.      Fadhilah Shalat Tahajjud
Shalat Tahajjud banyak sekali fadhilahnya apabila dikerjakan, karena dengan shalat ini dapat mendekatkan diri kepada Allah. Sabda Nabi Muhammad SAW:
اَقْرَبُ ماَ يَكُنُ الَّربُّ مِنْ عَبْدِهِ فِى جَوْفِ اللَّيْلِ اْلاَخِيْرِ فَاِنِ اسْتَطَعْتَ اَنْ تَكُوْنَ مِمَّنْ يَذْكُرُ اللهَ فِى تِلْكَ السَّاعَةِ فَكُنْ. (رواه الحاكم)
Artinya: “Sedekat-dekat hamba kepada Allah ialah pada tengah malam yang terakhir. Maka jikalau engkau dapat termasuk golongan orang yang dzikir kepada Allah pada saat itu, maka usahakanlah.” (H.R. Al Hakim)
Abu Muslim berkata kepada Abu Dzar:
اَىُّ قِياَمِ اللَّيْلِ اَفْضَلُ؟ قَالَ سَاَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا سَاَلْتَنِى فَقاَلَ: جَوِفُ اللَّيْلِ الْغَابِرِ فَقَلِيْلٌ فَاعِلُهُ. (رواه احمد باسناد جيد)
Artinya: “Pada saat manakah shalat malam itu yang lebih utama? Abu Dzar menjawab: “Saya pernah bertanya demikian kepada Rasulullah SAW maka sabdanya: Pada tengah malam yang terahir, tetapi sedikit sekali orang yang suka mengerjakannya.” (H.R. Ahmad dengan isnad yang baik)
Pada waktu Nabi Muhammad SAW datang yang pertama kali di Madinah, beliau menganjurkan kepada para sahabat:
اَيُّهاَ تانَّسُ اَفْشُوْا السَّلاَمَ, وَاَطْعِمُوْا الطَّعَامَ, وَصِلُوْا اْلاَرْحَامَ, وَصَلُّوْا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ, تَدْخُلُوْا بِسَلاَمٍ. ( رواه الحاكم و ابن ماجه والترمذى)
Artinya: “Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berikanlah makanan, hubungilah sanak kerabat, shalatlah di waktu malam di kala orang-orang sedang nyenyak tidur, pasti kamu semua akan masuk sorga dengan selamat sejahtera.” (H.R. Al Hakim, Ibn Majah dan Turmudzi)

4.      Jumlah raka’at shalat Tahajjud
Shalat Tahajjud dikerjakan sekurang-kurangnya dua raka’at dan sebanyak-banyaknya tidak terbatas. Dalam hadits dinyatakan:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّ الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِذَا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ يُصَلِّى اِفْتَتَحَ صَلاَتَهُ بِرَكْعَتَيْنِ خَفِيْفَتَيْنِ. (رواه مسلم)
Artinya: “Rasulullah SAW apabila bangun malam untuk shalat, beliau memulainya dengan dua raka’at yang ringan.” (H.R. Muslim)
5.      Doa shalat Tahajjud
Dalam hadits Bukhari dinyatakan, bahwa Rasulullah SAW jika bangun tidur di tengah malam lalu bertahajjud, membaca doa:
اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ قَيِّمُ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ وَلَكَ الْحَمْدُ لَكَ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ نُورُ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ مَلِكُ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ الْحَقُّ وَوَعْدُكَ الْحَقُّ وَلِقَاؤُكَ حَقٌّ وَقَوْلُكَ حَقٌّ وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ وَالنَّبِيُّونَ حَقٌّ وَمُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَقٌّ وَالسَّاعَةُ حَقٌّ اللَّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ وَبِكَ خَاصَمْتُ وَإِلَيْكَ حَاكَمْتُ فَاغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَوْ لاَ إِلَهَ غَيْرُكَ قَالَ سُفْيَانُ وَزَادَ عَبْدُ الْكَرِيمِ أَبُو أُمَيَّةَ وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ[12]

Artinya: “ Ya Allah, bagi-Mu segala puji. Engkau penegak langit dan bumi dan alam semesta serta segala isinya. Bagi-Mulah segala puji. Engkau raja penguasa langit dan bumi. Bagi-Mulah segala puji, Pemancar cahaya langit dan bumi. Bagi-Mulah segala puji, Engkaulah yang hak, dan janji-Mu adalah benar, dan perjumpaan-Mu itu adalah hak, dan firman-Mu adalah benar, dan sorga adalah hak, dan neraka adalah hak, dan nabi-nabi itu hak benar, dan Nabi Muhammad SAW adalah benar, dan saat hari kiamat itu benar. Ya Allah, kepada-Mulah kami berserah diri, kepada Engkaulah kami kembali, dan kepada-Mulah kami rindu, dan kepada-Mulah kami berhukum. Ampunilah kami atas kesalahan yang sudah kami lakukan dan yang sebelumnya, baik yang kami sembunyikan maupun yang kami nyatakan. Engkaulah Tuhan yang terdahulu dan Tuhan yang terahir. Tiada Tuhan melainkan Engkau Allah Rabbul ‘alamin. Tiada daya dan kekuatan melainkan dengan Allah.”[13]
Ukuran bacaan pada shalat malam:
نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا (3)
Artinya:  (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. (Q.S. Al Muzammil: 3)[14]

C.     Shalat Istikharah
1.      Arti shalat Istikharah
Shalat Istikharah ialah shalat sunah dua raka’at untuk memohon kepada Allah mengenai ketentuan pilihan yang lebih baik di antara dua hal atau lebih yang belum dapat ditentukan baik buruknya. Sesudah shalat Istikharah kemudian tidur untuk mendapatkan impian yang memberikan alamat tentang maksud hajat itu. Shalat Istikharah ialah untuk mencari kebaikan, kalau kita mempunyai hajat lalu melaksanakan shalat Istikharah, maka jika maksud hajat itu dilaksanakan kita akan memperoleh barokah dan jika tidak dilaksanakan juga akan memperoleh barokah.
2.      Dasar hukum shalat Istikharah
Hukumnya sunah mu’akad bagi yang sedang menghajatkan suatu petunjuk. Anjuran shalat Istikharah sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW:
مَنْ خَابَ مَنِ اسْتَخَارَ وَلاَ نَدِمَ مَنِ اسْتَشَارَ وَلاَ عَالَ مَنِ اقْتَصَدَ. (رواه الطبرانى)
Artinya: “Tidak akan kecewa bagi orang yang melaksanakan shalat Istikharah dan tidak akan menyesal bagi orang yang suka bermusyawarah dan tidak akan kekurangan bagi orang yang suka berhemat.”(H.R. Thabrani)
3.      Hajat yang dimaksud
Hajat yang dimaksud dalam shalat Istikharah adalah sesuatu yang bersifat mubah. Sedang urusan-urusan yang wajib atau sunah, kita disuruh mengerjakannya, sedang yang haram atau makruh, kita disuruh meninggalkannya. Dengan demikian Istikharah tidak berlaku kecuali pada masalah-masalah yang mudah.
Shalat Istikharah ini dapat dilaksanakan berulang-kali samapi memperoleh isyarat dan petunjuk bagi yang melaksanakannya. Isyarat boleh jadi diperoleh dalam mimpi di waktu tidur, sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah SAW:
رُؤْياَ الْمُؤْمِنِ جُزْءٌ مِنْ سِتَّةِ وَاَرْبَعُيْنَ جُزْأَ مِنَ النُّبُوَّةِ. (رواه الترمذى)
Artinya: “Impian seorang mu’min itu, adalah bagian dari pada empat puluh bagian kenabian.” (H.R. Turmudzi)
Apabila diperoleh mimpi baik, maka suatu hajat yang akan dilaksanakan adalah baik dan bila sebaliknya jika ada tanda-tanda mimpi buruk, maka sebaiknya tidak usah diteruskan maksud itu karena akan buruk akhirnya. Shalat Istikharah hendaknya dilaksanakan dengan khusuk sehingga benar-benar kita akan memperoleh ketenangan dan kemantapan hati. Dengan ketenangan hati inilah kita senantiasa memperoleh barokah dalam segala hal.
4.      Surat-surat yang dibaca
“Barangsiapa yang mempunyai cita-cita akan sesuatu dan ia bimbang tentang akhir akibatnya, dan tidak mengetahui bagaimana gambaran yang apabila ditinggalkannya maksud itu, maka dinyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW telah memerintahkannya agar shalat dua raka’at dan membaca surat Al Kafirun pada raka’at pertama setelah Al Fatihah dan pada raka’at kedua membaca surat Al Ikhlas setelah Al Fatihah, dan setelah shalat membaca do’a.” (H.R. Jabir bin Abdullah).[15]
5.      Doa shalat Istikharah
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِي قَالَ وَيُسَمِّي حَاجَتَهُ[16]

Artinya: “ Ya Allah, hamba memohon agar Tuhan memilihkan mana yang baik menurut Engkau ya Allah. Dan hamba memohon Tuhan memberikan kepastian dengan ketentuan-Mu dan hamba memohon dengan kemurahan Tuhan Besar Agung. Karena sesungguhnya Tuhan yang berkuasa, sedang hamba tidak tahu dan Tuhanlah yang amat mengetahui segala sesuatu yang masih tersembunya. Ya Allah, jika Tuhan mengetahui bahwa persoalan ini baik bagi hamba, dalam agama hamba dan dalam penghidupan hamba, dan baik pula akibatnya bagi hamba, maka berikanlah perkara ini kepada hamba dan mudahkanlah ia di dalamnya. Ya Allah, jika Tuhan mengetahui bahwa sesungguhnya hal ini tidak baik bagi hamba, bagi agama hamba dan penghidupan hamba, dan tidak baik akibatnya bagi hamba, maka jauhkanlah hamba dari padanya. Dan berilah kebaikan dimana saja hamba berada, kemudia jadikanlah hamba orang yang rela atas anugrah-Mu.”
Keterangan:
Waktu menyebutkan hal yang dimaksud dalam doa tersebut di atas, hendaknya disebutkan hajat apa yang dimaksud. Sesudah berdoa mintalah apa-apa yang baik dilaksanakan menurut cita-cita dan maksud kita itu. Apa yang kuat dalam hati dan mantap, itulah yang baik kita laksanakan dan perbuat.[17]

III.    Kesimpulan
Mengerjakan shalat sunah lebih baik dikerjakan dari pada ditinggalkan. Apabila dikerjakan mendapat pahala dan bila ditinggalkan tidak apa-apa. Shalat sunah dikerjakan karena ada 4 sebab:
  1. Dikerjakan karena terkait waktu, seperti: Qabliyah/ Ba’diyah, Safar dan gerhana. Shalat sunah yang dikerjakan karena terkait waktu dibagi menjadi dua:
1)      Ada yang disunahkan berjama’ah, seperti Tarawih.
2)      Ada yang tidak disunahkan berjama’ah, seperti: shalat Dhuha.
  1. Dikerjakan karena ada sebab yang mendahului, seperti: Ba’diyah.
  2. Dikerjakan karena ada sebab yang mengakhiri, seperti: Qabliyah.
  3. Dikerjakan tanpa ada sebab, seperti Shalat sunah muthlaq.
Shalat sunah juga dikerjakan sesuai dengan niat hajat seseorang, yang bertujuan agar memperoleh kebaikan dalam hidup di dunia maupun di akhirat.

IV.    Daftar Pustaka
………I’anatuth Thalibin I, 225.

Al Bukhori, Shohih Bukhari, Al Maktabah Asy Syamilah: Al Jama’ah.

Bahreisy, Salim. Tarjamah Riadhus Shalihin. Bandung: Al Ma’arif. 1984.

Muhammad, Abu Bakar. Subulus Salam II. Surabaya: Al Ikhlas. 1991.

Rifai, Moh. Ilmu Fiqih Islam Lengkap .Semarang: Toha Putra. 1978.

Taufiq, Muhammad. Qur’an In Word.




       [1] Moh. Rifai, Ilmu Fiqih Islam Lengkap (Semarang: Toha Putra, 1978), 278.
       [2] Abubakar Muhammad, Subulus Salam (Surabaya: al Ikhlas, 1991), 65
       [3] Moh. Rifai, Ilmu Fiqih Islam Lengkap (Semarang: Toha Putra, 1978), 278.
       [4] Salim Bareisy, Tarjamah Riyadhus Shalihin (Bandung: Al Ma’arif, 1984), 197
       [5] Moh. Rifai, Ilmu Fiqih Islam Lengkap (Semarang: Toha Putra, 1978), 279-280.
       [6] Ibid, 280-283.
       [7] ……, I’anatuth Thalibin I, 225.
       [8] Moh. Rifai, Ilmu Fiqih Islam Lengkap (Semarang: Toha Putra, 1978), 283-285.
       [9]  Ibid, 265.
       [10] Mohammad Taufiq, Qur’an In Word, Q.S. Al Isra’: 79.
       [11] Moh. Rifai, Ilmu Fiqih Islam Lengkap (Semarang: Toha Putra, 1978), 265-266.
       [12] Al Bukhori, Shohih Bukhari (Al Maktabah Asy Syamilah: Al Jama’ah), 1053.
       [13] Moh. Rifai, Ilmu Fiqih Islam Lengkap (Semarang: Toha Putra, 1978), 272-273.
       [14] Mohammad Taufiq, Qur’an In Word, Q.S. Al Muzammil: 3
       [15] Moh. Rifai, Ilmu Fiqih Islam Lengkap (Semarang: Toha Putra, 1978), 239-243.
      [16] Al Bukhori, Shohih Bukhari (Al Maktabah Asy Syamilah: Al Jama’ah), 1096.
       [17] Moh. Rifai, Ilmu Fiqih Islam Lengkap (Semarang: Toha Putra, 1978), 244.

2 komentar

kalau kita mau mengerjakan shalat dhuha 8 rakaat (2 x 4)
rakaat pertama membaca ayat kursi 10 kali dan rakaat kedua al ikhlas 10 kali, kemudian rakaat ketiga dan seterusnya membaca ayat apa?

Terlalu rumit untuk dipahami dari susunan kata anda


EmoticonEmoticon