- Pengertian Munada
Munada adalah kata benda (isim)
yang disebut sesudah huruf dari salah satu huruf-huruf nida (seruan).
Atau isim yang dipanggil dengan mempergunakan huruf-huruf panggilan (huruf
nida) agar yang dipanggil mendatangi atau menoleh kepada orang yang memanggil.[1]
اَلْمُنَادَى
هُوَ اِسْمٌ يُذْكَرُ بَعْدَ ياَ أَوْ إِحْدَى أَخَوَاتِهاَ طَلَباً ِلاِقْباَلِ
مَدْ لُوْلِهِ.
“Munada
adalah isim yang disebut sesudah “ya” atau salah satu akhwatnya, untuk meminta
kehadiran orang yang dimaksud.”[2]
Sedangkan dengan pengertian yang lebih singkat disebutkan:
اَلْمُنَادَى
اِسْمٌ يَقَعُ بَعْدَ أَدَاةٍ مِنْ أَدَوَاتِ النِّدَاءِ.[3]
Atau
dengan pengertian yang sama:
اَلْمُنَادَى
اِسْمٌ يَقَعُ بَعْدَ حُرُفٍ مِنْ أَحْرُفِ النِّدَاءِ.[4]
“Munada adalah isim yang terletak setelah
huruf dari salah satu huruf nida.”
Contohnya:
قَالَ يَا
مَرْيَمُ اَنَّى لَكَ هَذَا
Zakaria berkata: “Hai Maryam dari mana kamu memperoleh
(makanan)ini?” (QS.
3:37)
Hai
:
|
أَيا
|
Hai
:
|
أ
|
Hai
:
|
هَيا
|
Hai
:
|
أَىْ
|
Aduh :
|
وَاه
|
Hai
:
|
يا
|
Aduh :
|
آه
|
Penggunaan huruf nida juga disesuaikan
dengan jarak antara orang yang memanggil dan yang dipanggil. Pembagiannya
adalah seperti berikut:
1.
Munada ghairu mandub:
a.
Nida untuk jarak dekat: أ, أَىْ
b.
Nida untuk jarak jauh: أَيا, هَيا, آه
[8]dan يا bisa masuk pada semua munada dan tertentu masuk pada lafadz: الله [9] karena tidak boleh menggunakan lafadz أَيُّهَا dan أَيَّتُهَا. Pengamalan
يا adalah
dapat digunakan sebagai istighosah dan ta’ajub (kekaguman). [10]
2.
Munada mandub, yaitu memenggil sesuatu yang
dikhawatirkan (mutafajja’ aliah) atau sesuatu yang dirasakan sakit (mutajaffa’
minhu). Sedangkan hurufnya menggunakan وَا
dan يا.Contoh:
وَا وَلَدَاهُ Aduh anakku (tolong aku)
وَا رِأَسَاهُ Aduh (sakitnya) kepalaku
وَا ظَهْرَاهُ Aduh (sakitnya) punggungku
حُمِلَتَ أَمْرًا عَظِيْمًا فَاصْطَبَرْتَ لَهُ # وَقُمْتَ
فِيْهِ بِأَمْرِ اللهِ يَاعُمَرَا
“Engkau diberi beban amanat
yang sangat berat da engkau melaksanakannya dengan penuh kesabaran, karena
mengikuti perintah Allah, Aduh Umar bin Abdul Aziz” (Jarir yang memuji Umar bin Abdul
Aziz).[11]
- Macam-Macam Munada
Munada itu ada lima bagian.[12]Dilihat
dari i’rabnya munada terbagi menjadi dua, yaitu: nashab dan rafa.
1.
Mansub apabila
munada berupa mudhaf, syibhul mudhaf atau nakirah ghairu maqsudah. Dengan
penjelasan sebagai berikut:
a.
Munada mudhaf, yaitu kata benda yang disandarkan kepada kata
lain yang berperan sebagai munada. Dengan kata lain, munada-nya diidhafahkan.
Contoh:
يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ قَدِ اسْتَكْثَرْتُمْ مِّنَ الْاِنْسِ.
(Dan Allah berfirman): “Hai golongan jin (setan), sesungguhnya kamu telah
banyak (menyesatkan) manusia.” (QS. 6:128)
Yang menjadi munada syibhul mudhafnya
adalah kata مَعْشَرَ
b.
Munada syibhul mudhaf, yaitu kata benda yang mirip mudhaf yang
berperan sebagai munada. Contoh:
يَا قَائِمًا اِجْلِسْ.
Wahai orang yang berdiri, duduklah.
Yang menjadi munada syibhul mudhafnya
adalah kata قَائِمًا
c.
Munada nakirah ghairu maqshudah, yaitu kata benda (isim) nakirah
yang tidak dimaksudkan seseorang. Contoh:
يَارَجُلاً اِجْتَهِدْ.
Hai orang laki-laki (fulan) rajinlah kamu.
Yang menjadi munada
nakirah ghair maqshudahnya adalah kataرَجُلاً
2.
Marfu’ apabila munadanya berupa mufrad ‘alam dan nakirah maqshudah. Dengan
penjelasan sebagai berikut:
a.
Munada mufrad ‘alam yaitu kata benda nama ‘alam tunggal. Contoh:
قَالَ يَا ادَمُ اَمْبِئْهُمْ بِأَسْمَآئِهِمْ.
Allah berfirman: “Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini.” (QS. 2:33)
Yang menjadi munada mufrad ‘alamnya adalah
kata ادَمُ
b.
Munada nakirah maqshudah, yaitu kata benda indefinitif (tak tentu) yang
dimaksud. Contoh:
وَلَقَدْ اَتَيْنَا دَاوُدَ مِنَّا فَضْلاً ط
يَاجِبَالُ اَوِّبِى مَعَهُ وَااطَّيْرَ.
Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud karunia dari Kami. (Kami
berfirman): “Hai gunung-gununng dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang
bersama Daud.” (QS.
34:10)
وَقِيْلَ يَآاَرْضُ ابْلَعِى مَاءَكِ وَيَاسَمآءُ
اَقْلِعِى.
Dan difirmankan: “Hai bumi telanlah dirimu, dan hai langit (hujan)
berhentilah.” (QS. 11:44)
Yang menjadi munada
nakirah maqsudahnya adalah kata جِبَالُ (gunung-gunung)
اَرْضُ (bumi)
سَمآءُ (langit) dan huruf
panggilannya (huruf nida’nya) adalah
(hai).[13]
- Mengumpulkan “Ya” Nida dengan “Al”
Tidak boleh mengumpulkan “ya” nida dengan “al”, karena akan menyebabkan
berkumpulnya dua adat ma’rifat, kecuali pada tiga tempat, yaitu:
1.
Dalam keadaan dharurat nadhom:
فَيَا الْغُلَمانِ اللَّذَانِ فَرَّا
# إِيَّاكُمَا أَنْ تُعْقِبَنَا
شَرًّا
Hai kedua pembantuku yang melarikan diri, hati-hatilah kamu berdua, jangan
sekali-kali mendatangkan keburukan pada kami.
2.
Bersamaan dengan lafadz اللهُ
Hal
ini diperbolehkan karena banyak digunakan dan boleh membaca qotho’ pada alif
atau membuangnya (membaca washol) seperti: يَاالله
3.
Pada
jumlah yang dihikayahkan
Yaitu
jumlah yang ada “al”nya dan dijadikan nama orang, seperti:
يَاالرَّجُوْلُ
مُنْطَلِقٌ, أَقْبِلْ
Selain dari ketiga tempat di atas, boleh mengumpulkan “ya” nida dengan “al”
apabila:
1. Terdapat lafadz berupa أَيُّهَا (untuk mudzakar) dan أَيَّتُهَا (untuk mu’annas) sebelum munada.
Contoh:
Hai manusia, Apakah yang telah
memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu yang Maha Pemurah.
2. Terdapat isim isyarah sebelum munada. Contoh:
يَا
هَذِهِ الفَتَاةُ – يَا هَذَا الرِّجَالُ
Kecuali apabila munada berupa lafadz jalalah seperti
kalimatيَااَلله tanpa menggunakan أَيُّهَا dan هَذَا . Sehingga
kebanyakan memanggil huruf nida.[16]
Hukum dari kedua tempat di atas adalah rofa’ dan
juga boleh dibaca nashob.
- Munada Berupa Lafadz أَيُّهَا
Lafadz أَيُّهَا yang
dijadikan munada itu harus disifati dengan salah satu dari tiga isim, yaitu:
1.
Disifati
dengan isim yang bersamaan dengan “al” yang dibaca rofa’.
Karena yang dimaksud yang dipanggil
adalah sifat (tabi’nya), sedang أَيٌّ
sebagai perantaraan dalam memanggilnya (wuslatun ila
nida’). Contoh:
الرَّجُوْلُ أَقْبِلْ أَيُّهَا
يَا Hai orang laki-laki datanglah!
Dalam contoh di atas أَيٌّ
adalah munada mufrod yang dimabnikan dlomah dan “ha” nya
merupakan “ha”ziyadah/”ha” tanbih, sedangkan lafadz الرَّجُوْلُ dibaca menjadi sifatnya lafadz أَيٌّ
karena lafadz inilah yang sebenarnya dipanggil.
2.
Disifati
dengan isim isyarah. Contoh:
يَاأَيُّهَذَا عِ نَفْسَكَ Hai orang ini, Jagalah dirimu!
يَاأَيُّهَا ذَا الرَّجُلَ عِ نَفْسَكَ Hai laki-laki ini, jagalah dirimu!
3.
Disifati
dengan isim maushul yang bersamaan dengan “al” beserta shilahnya. Contoh:
يَاأَيُّهَا الَّذِى فَعَلَ كَذَا Hai orang laki-laki yang melakukan hal ini.
- Pembuangan Huruf Nida
Pada selain munada mandub, isim
dhomir dan mustaghost huruf nida diperbolehkan dibuang. Contoh:
يَا زَيْدُ أَقْبِلْHai Zaid
menghadaplah! bisa diucapkan زَيْدُ أَقْبِلْ
يَاعَبْدَ اللهِ إِرْكَبْHai Abdullah, naiklah! bisa diucapkan عَبْدَاللهِ إِرْكَبْ
Huruf nida tidak boleh dibung
apabila ada beberapa tempat huruf nida wajib disebutkan dan tidak boleh
dibuang, yaitu:
1.
Pada
munada mandub. Contoh: وَارَاَسَاهْ
Aduh (sakitnya) kepalaku
2.
Pada
munada mustaghos. Contoh: يَا لَزَيْدٍ
Hai Zaid (tolonglah aku)
3.
Pada
munada yang berupa dhomir. Contoh: يَا إِيَّاكَ قَدْ كُفِيْتُكَ
Hai kamu, aku telah diberi
kecukupan untukmu
4.
Pada
munada yang dikagumi (muta’ajjub minhu). Contoh:يَا لَلْمَاءَ
Aduh aku kagum (pada
banyaknya) air
5.
Pada
munada yang jauh.
- Munada yang Dimudhofkan Kepada “Ya”
Mutakalim
Munada yang dimudhofkan kepada “ya” mutakalim terdiri dari tiga macam,
yaitu:
- Isim shohih akhir. Seperti berubahnya lafadz أب dan أم , maka
“ya”mutakalim dibuang dan diganti dengan kasrah pada huruf sebelumnya.Contoh:
Ï$t7Ïè»t Èbqà)¨?$$sù
ÇÊÏÈ
- Isim mu’tal akhir. Maka wajib menetapkan “ya” tidak boleh merubahnya.
Contoh:
يَافَتَاى, يَاحَامِى
- Sifat shohih akhir. Maka “ya” wajib disukun atau difathah. Contoh:
يَامُكْرَمِىْ, يَامُكْرَمِىَ
PENUTUP
- Simpulan
1. Munada adalah isim yang
terletak setelah huruf nida’. Sedangkan salah satu huruf nida’ yang sering
digunakan adalah يَا. Baik untuk memanggil dari jarak
dekat dan jauh. Sedangkan munada terbagi menjadi lima, yaitu:
a.
Munada
mufrad alam
b.
Nakirah
maqssudah
c.
Nakirah ghairu
maqsudah
d.
Munada
mudhaf
e.
Munada
syibhul-mudhaf
2. Huruf nida yang terdapat dalam surat Al-Baqarah adalah:
a.
$ygr'¯»t terdapat pada ayat 21, 104, 153, 168, 172, 178, 183, 208,
254, 264, 267, 278, 282.
b.
يَا
terdapat pada ayat 33, 35, 40, 47, 54, 55, 61, 122, 132,
179, 197.
c.
Sedangkan
pembuangan huruf nida (يَا) terdapat pada ayat 126, 128, 129, 200,
250, 260, 285, 286.
- Kritik dan Saran
Harapan saya kepada para pembaca, teman-teman, khususnya bagi dosen
pembimbing agar kiranya memperbaiki
setiap kesalahan atau kesimpulan baik disengaja maupun tidak disengaja, dalam
uraian isi makalah ini khususnya, dan para mahasiswa umumnya. Semoga kritik dan
saran dari kalian dapat membantu untuk perbaikan makalah ini selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Djuha, Djawahir. Tatabahasa Arab (Ilmu
Nahwu). Bandung: Sinar Baru. 1989.
Rahman, Salimudin A. Tata Bahasa Arab Untuk Mempelajari Al-Qur’an. Bandung: Sinar Baru Algesindo. 2004.
Umam, Chatibul. Pedoman Dasar Ilmu
Nahwu. Jakarta: Darul Ulum Press. 2000.
الشريف على بن محمد الجرجانى. كتاب
التعريفات. بيروت-لبنان: دار الكتب العلمية. 1408ه-1988م.
اميل بديع يعقوب. موصوعة النحو والصرف والاعراب. 720.
فؤاد
نعمة. ملخص قواعد اللغة العربيّة.دمشق: دار الحكمة. ص. ب 787.
مصطفى
الغلاييني. جامع الدروس العربيّة. بيروت: دار البيان. 1439 ه – 2008 م.
[1]
Salimudin A. Rahman, Tata Bahasa Arab Untuk Mempelajari Al-Qur’an
(Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2004), 215.
[2]
Djawahir Djuha, Tatabahasa Arab (Ilmu Nahwu), (Bandung: Sinar Baru,
1989), 171.
[6]
Salimudin A. Rahman, 215.
[9]
Sholihuddin Shofwan, Pengantar
Memahami Alfiyah Ibnu Malik (Jombang: Darul Hikmah, 2005), 189.
[11] Sholihuddin Shofwan, 190.
[12]
Chatibul Umam, Pedoman Dasar Ilmu
Nahwu (Jakarta: Darul Ulum Press, 2000), 256.
[13] Salimudin A. Rahman, 215-217.
[14] Sholihuddin Shofwan, 198.
[17] Sholihuddin Shofwan, 202-203.
[18] Sholihuddin Shofwan, 191-192.
2 komentar
beberapa hurf arab nya tdk muncul mbk
mantanb min
EmoticonEmoticon