Menyampaikan Pendidikan dengan
Cara Berdakwah
A. Pengertian Metode dan Tarbiyah
Dalam Bahasa
Arab, kata metode diungkapkan dalam berbagai kata. Terkadang digunakan kata (الطريقة), (منهج),
dan الوصيلة)). ((الطريقةberarti jalan, (المنهج) berarti system dan (الوصيلة) berarti mediator. Dengan demikian kata
arab yang dekat dengan arti metode adalah (الطريقة). Kata serupa dengan kata (الطريقة) ini banyak dijumpai dalam
al-Qur’an. Kata (طريقة) diulang sebanyak 11 kali.[1]
Dalam bahasa Arab para pakar
pendidikan pada umumnya menggunakan kata tarbiyah untuk arti pendidikan,
di antaranya adalah Ahamad Fuad al-Ahwani, Ali Khalil Abu al-Imam, Muhammad
Athiyah al-Abrosyi dan Muhammad Munir Mursyi. Sementara itu menurut Muhammad Athiyah
al-Abrosyi, istilah at tarbiyah lebih tepat digunakan dalam konteks pendidikan
Islam dari pada ta’lim. Tarbiyah artinya mendidik, mendidik berarti
mempersiapkan peserta didik dengan berbagai cara, agar dapat mempergunakan
tenaga dan bakatnya dengan baik sehingga mencapai kehidupan sempurna di
masyarakat. Tarbiyah meliputi upaya:
1.
Menumbuhkan
jasmani dan menyediakan sesuatu yang dibutuhkannya seperti: makanan sehat
bergizi, serta udara segar, latihan-latihan jasmani dan menjaga diri dari
penyakit yang akan melelahkan dan menghambat pertumbuhannya.
2. Menumbuhkan kemampuan berfikir dan
kecerdasan baik secara indrawi maupun kekuatan pemikirannya dengan petunjuk,
argumentasi, cara menarik kesimpulan, daya khayal, dan lain sebagainya.
3. Pembinaan akhlaq yang mulia dan
pembentukan kebiasaan baik seperti taat jujur dalam perkataan dan perbuatan,
dapat dipercaya serta menumbuhkan perasaan yang benar, menanamkan kecintaan
terhadap sopan santun, kesemuanya itu dapat terwujud dengan nasehat-nasehat,
pengajaran dan teladan yang baik.[2]
B. Pembahasan
Telah
diletakkan dasar-dasar Al Qur’an berkenaan dengan tujuan pendidikan Islam dan
materi yang harus diajarkan dalam Pendidikan Islam. Penggunaan metode dalam
pendidikan Islam bertujuan agar tercapai secara tepat guna manakala jalan yang
ditempuh menuju cita-cita tersebut betul-betul tepat.
Peranan metode pendidikan berasal dari kenyataan yang
menunjukkan bahwa materi kurikulum pendidikan Islam tidak mungkin akan tepat
diajarkan, melainkan diberikan dengan cara khusus.[3] Al Qur’an telah
menjelasakan di dalamnya tentang berbagai macam metode pendidikan. Dengan
mengambil beberapa ayat di dalamnya maka dapat diambil beberapa metode
pendidikan. Di antara ayat-ayat Al Qur’an yang menjelaskan tentang metode
pendidikan:
ادْعُ
إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ
بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ
وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (125) وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ
مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ وَلَئِنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِلصَّابِرِينَ (126)
وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِاللَّهِ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُ
فِي ضَيْقٍ مِمَّا يَمْكُرُونَ (127) إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا
وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ (128)
Artinya: “Serulah (manusia)
kepada jalan Tuhanmu dengan berhikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang yang mendapat petunjuk (125) Dan jika kamu memberikan balasan, maka
balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan
tetapi, jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang
yang bersabar (126) Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan
dengan pertolongan Allah. Janganlah kamu bersedih hati
terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersimpati dada terhadap apa
yang mereka tipu dayakan (127) Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa dan berbuat
kebaikan” (128) (QS. An Nahl : 125-128)
C. Asbabun Nuzul Surat An Nahl 126-128
Pada suatu riwayat dikemukakan
bahwa ketika Rasulullah SAW berdiri di hadapan mayat Hamzah yang syahid dan
dirusak anggota badannya, bersabdalah Rasulullah SAW: “Aku akan bunuh tujuh
puluh orang dari mereka sebagaimana mereka lakukan terhadap dirimu”. Maka
turunlah Jibril menyampaikan wahyu akhir surat An Nahl (S. 16: 126-128) di saat
Nabi masih berdiri sebagai teguran kepada Nabi SAW. Kemudian Rasulullah
mengurungkan rencana itu.[4]
Dalam suatu riwayat dikemukakan
bahwa pada waktu perang Uhud telah gugur enam puluh empat orang dari kaum
Anshar dan enam orang dari kaum Muhajirin di antaranya Hamzah. Kesemuanya
dirusak anggota badannya dengan kejam. Berkatalah kaum Anshar: “Jika kami
memperoleh kemenangan, kami akan berbuat lebih dari apa yang mereka lakukan”.
Ketika terjadi pembebasan kota Mekah, turunlah ayat ini (S. 16: 126) yang
melarang Kaum Muslimin mengadakan pembalasan yang lebih kejam dan hendaknya
bersabar.[5]
Dari penjelasan asbabun nuzul di
atas terdapat suatu keterangan bahwa, menurut lahirnya dikatakan, turunnya 3
ayat akhir ini ditangguhkan sampaia Fathu Makkah, tapi dari hadits-hadits
sebelumnya dikatakan turunnya di perang Uhud. Menurut kesimpulan Ibnul Hisyar,
ayat-ayat ini turun tiga kali, mula-mula di Mekkah, kedua kali di Uhud dan
ketiga pada waktu Fathu Makkah, untuk menjadi peringatan bagi hamba-hamba-Nya.[6]
D. Kandungan
Surat An Nahl 125-128
Pada ayat 125 ini berisikan anjuran kepada Nabi Muhammad SAW yang
diperintahkan untuk mengikuti Nabi Ibrahim as. Sebagaimana ayat di atas untuk mengajak siapapun agar
mengikuti pula prinsip-prinsip ajaran Bapak para nabi dan Pengumandang Tauhid
itu. Ayat ini menyatakan: Wahai Nabi Muhammad, serulah yakni lanjutkan
usahamu untuk menyeru semua yang engkau sanggup seru kepada jalan yang
ditunjukkan Tuhanmu yakni ajaran Islam dengan hikmah dan pengajaran yang baik
dan bantahlah mereka yakni siapapun yang menolak atau meragukan ajaran Islam
dengan cara yang terbaik. Itulah tiga cara berdakwah yang hendaknya engkau
tempuh, menghadapi manusia yang beraneka ragam peringkat dan kecenderungannya;
jangan hiraukan cemoohan, atau tuduhan-tuduhan tidak berdasar kaum musrikin dan
serahkan urusanmu dan urusan mereka kepada Allah, karena sesungguhnya Tuhanmu
yang selalu membimbing dan berbuat baik kepadamu Dialah sendiri yang lebih
mengetahui dari siapapun yang menduga tahu tentang bejat jiwanya sehingga
tersest dari jalan-Nya dan Dialah saja yang lebih mengetahui orang-orang yang
sehat jiwanya sehingga mendapat petunjuk.
Ayat ini dipahami sementara ulama menjelaskan tiga
macam metode dakwah yang harus disesuaikan dengan sasaran dakwah, adalah
dengan:
1. Hikmah yakni berdialog dengan
kata-kata bijak sesuai dengan tingkat kepandaian mereka. Cara ini untuk
berdakwah terhadap cendekiawan yang memiliki pengetahuan tinggi. Hikmah berarti
yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan maupun perbuatan”
2. Mau’idhoh yakni memberikan
nasehat dan perumpamaan yang menyentuh jiwa sesuai dengan taraf pengetahuan
mereka yang sederhana. Cara ini untuk berdakwah terhadap kaum awam. Mau’idhoh
dari kata (وعظ ) wa’adho yang berarti nasehat. Mau’idhoh
adalah uraian yang menyentuh hati yang mengantar kepada kebaikan.
3. Jadal atau perdebatan dengan cara yang
baik yaitu dengan logika dan retorika yang halus, lepas dari kekerasan dan
umpatan. Jadal adalah cara untuk
berdakwah kepada ahli kitab dan penganut agama lain. Sedangkan kata (جادلهم) jaadilhum diambil dari kata (جدال ) jidaal
yang bermakna diskusi atau bukti-bukti yang mematahkan alasan atau dalih mitra
diskusi dan menjadikannya tidak dapat bertahan, baik yang dipaparkan itu
diterima oleh semua orang maupun hanya oleh mitra bicara.[7] Jidal terdiri dari 3 macam: (1) yang buruk adalah yang
disampaikan dengan kasar, yang mengundang kemarahan lawan serta yang
menggunakan dalih-dalih yang tidak benar. (2) yang baik adalah yang disampaikan
dengan sopan, serta menggunakan dalil-dalil atau dalih walau hanya yang diakui
oleh lawan, tetapi (3) yang terbaik adalah yang disampaikan dengan baik dan
dengan argument yang benar, lagi membungkam lawan.[8]
Menurut
pandangan umum, dakwah merupakan bagian dari metode pendidikan. Jadi metode pendidikan lebih luas cakupannya dari pada metode dakwah. Menurut Abd al-Rahman Al-Nahwali mengemukakan metode pendidikan yang berdasarkan Metode Qur’an dan Hadits yang
dapat menyentuh perasaan yaitu:
1. Metode Hiwar (percakapan) Qur’ani dan Nabawi, adalah
percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih mengenai suatu topik, dan
sengaja diarahkan kepada suatu tujuan yang dikehendaki oleh pendidik. Jenis-jenis hiwar ini ada 5 macam,
yaitu: (1) Hiwar Khitabi, merupakan dialog yang diambil dari dialog
antara Tuhan dengan hamba-Nya. (2) Hiwar Washfi, yaitu dialog antara
Tuhan dengan malaikat atau dengan makhluk gaib lainnya. Seperti dalam surat
Ash-Shaffat ayat 27-28[19] Allah SWT berdialog dengan malaikat
tentang orang-orang zalim. (3) Hiwar Qishashi terdapat dalam al-Qur'an,
yang baik bentuk maupun rangkaian ceritanya sangat jelas, merupakan bagian dari
Uslub kisah dalam Al-Qur'an. Seperti Syuaib dan kaumnya yang terdapat dalam
Surat Hud ayat 84-85. (4) Hiwar Jadali adalah hiwar yang bertujuan untuk
memantapkan hujjah atau alasan baik dalam rangka menegakkan kebenaran maupun
menolak kebatilan. Contohnya dalam al-Qur'an terdapat dalam Surat An-Najm ayat
1-5. (5) Hiwar Nabawi adalah hiwar yang digunakan oleh Nabi dalam
mendidik sahabat-sahabatnya.
2. Metode Kisah Qur’ani dan Nabawi,
adalah penyajian bahan pembelajaran yang menampilkan cerita-cerita yang
terdapat dalam al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW. Kisah Qur'ani bukan semata-mata
karya seni yang indah, tetapi juga suatu cara mendidik umat agar beriman
kepada-Nya, dan dalam pendidikan Islam, Kisah sebagai metode pendidikan yang
sangat penting, karena dapat menyentuh hati manusia. Misalnya
cerita Nabi Nuh dan seruannya kepada anak dan kaumnya[9]
dalam surat Hud ayat 46-47:
قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ
أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ فَلَا تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ
عِلْمٌ إِنِّي أَعِظُكَ أَنْ تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ (46) قَالَ رَبِّ إِنِّي
أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَسْأَلَكَ مَا لَيْسَ لِي بِهِ عِلْمٌ وَإِلَّا تَغْفِرْ لِي
وَتَرْحَمْنِي أَكُنْ مِنَ الْخَاسِرِينَ (47)
Artinya: “Allah
berfirman, “Hai Hud sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang
dijanjikan akan diselamatkan) sesungguhnya (perbuatannya) perbuatan yang tidak
baik, sebab itu janganlah kamu memohon kepada Ku sesuatu yang tidak kamu
mengetahui (hakekatnya), sesungguhnya Aku memerintahkan kepadamu supaya kamu
jangan termasuk oranng-orang yang tidak berpengetahuan (46). Nuh berkata: “Ya
Tuhanku sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dan memohon kepada Engkau
sesuatu yang tiada mengetahui (hakekatnya). Dan sekiranya Engkau tidak memberi
ampun kepada ku dan (tidak) menaruh belas kasihan niscaya aku akan termasuk
orang-orang yang merugi (46).
3.
Metode Amtsal (perumpamaan) Qur’ani, adalah penyajian bahan
pembelajaran dengan mengangkat perumpamaan yang ada dalam al-Qur’an. Metode ini
mempermudah peserta didik dalam memahami konsep yang abstrak, ini terjadi
karena perumpamaan itu mengambil benda konkrit seperti kelemahan tuhannya orang kafir yang diumpamakan dengan sarang laba-laba, dimana
sarang laba-laba itu memang lemah sekali disentuh dengan lidipun dapat rusak.
Metode ini sama seperti yang disampaikan oleh Abdurrahman Saleh Abdullah. Contoh
dari metode amtsal misalnya seperti dalam surat Al A’raf ayat 175-178 yang
menceritakan tentang perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah
seperti anjing yang suka mengulurkan lidahnya dan tentang sifat-sifat penghuni
neraka adalah orang yang tidak mau menggunakan pendengaran, pengelihatan dan
hatinya[10]:
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي
آَتَيْنَاهُ آَيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ
مِنَ الْغَاوِينَ (175) وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ
إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ
عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ
كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (176)
سَاءَ مَثَلًا الْقَوْمُ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا وَأَنْفُسَهُمْ كَانُوا
يَظْلِمُونَ (177) مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِي وَمَنْ يُضْلِلْ
فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ (178)
Artinya: “Dan bacakan
kepada mereka berita orang-orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat
Kami (pengetahuan tentang isi al-kitab), kemudian ia melepaskan diri dari
ayat-ayat itu, lalu dia di ikuti oleh setan (sampai ia tergoda) maka jadilah ia
termasuk orang-orang yang sesat (175). Dan kalau kami menghendaki, sesungguhnya
Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi ia cenderung kepada dunia
dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah. Maka perumpamaannya seperti anjing.
Jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya. Dan jika kau membiarkannya dia mengulurkan
lidahnya juga. Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan
ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka
berfikir (176). Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan
ayat-ayat Kami dan kepada dirinya mereka sendirilah mereka berbuat dzolim(177).
Barang siapa diberi petunjuk oleh Allah maka dialah yang mendapat petunjuk dan
barang siapa yang disesatkan Allah maka merekalah orang-orang yang merugi (178).
4. Metode keteladanan, adalah memberikan teladan atau contoh
yang baik kepada peserta didik dalam
kehidupan sehari-hari. Metode ini merupakan pedoman untuk bertindak dalam
merealisasikan tujuan pendidik. Pelajar cenderung meneladani pendidiknya, ini
dilakukan oleh semua ahli pendidikan, baik di barat maupun di timur. Dasarnya
karena secara psikologis pelajar memang senang meniru, tidak saja yang baik,
tetapi yang tidak baik juga ditiru.
5. Metode Pembiasaan, adalah
membiasakan seorang peserta didik untuk melakukan sesuatu sejak dia lahir. Inti
dari pembiasaan ini adalah pengulangan, jadi sesuatu yang dilakukan peserta
didik hari ini akan diulang keesokan harinya dan begitu seterusnya.
6. Metode Ibrah dan Mau’izah. Metode
Ibrah adalah penyajian bahan pembelajaran yang bertujuan melatih daya nalar
pembelajar dalam menangkap makna terselubung dari suatu pernyataan atau suatu
kondisi psikis yang menyampaikan manusia kepada intisari sesuatu yang
disaksikan, yang dihadapi dengan menggunakan nalar. Sedangkan metode Mau’izah
adalah pemberian motivasi dengan menggunakan keuntungan dan kerugian dalam
melakukan perbuatan. Misalnya seperti dalam surat Al Rahman ayat 1-4 yang
menyatakan bahwa, Allah mengajarkan Al Qur’an dan mengajarkan pandai berbicara
kepada manusia agar tidak melampaui batas dalam neraca dan timbangan[11]:
الرَّحْمَنُ (1) عَلَّمَ الْقُرْآَنَ (2) خَلَقَ
الْإِنْسَانَ (3) عَلَّمَهُ الْبَيَانَ (4)
Artinya : “Tuhan
yang Maha Pemurah (1). Yang telah mengajarkan Al-Qur’an (2). Dia menciptakan
manusia (3). Mengajarinya pandai berbicara(4).
7. Metode Targhib dan Tarhib. Metode
Targhib adalah penyajian pembelajaran dalam konteks kebahagian hidup akhirat.
Targhib berarti janji Allah terhadap kesenangan, kenikmatan akhirat yang
disertai bujukan. Tarhib adalah penyajian bahan pembelajaran dalam konteks
hukuman akibat perbuatan dosa yang dilakukan. Atau ancaman Allah karena dosa
yang dilakukan.[12]
E. Simpulan
Telah kita ketahui bahwa transfer
of knowlege dan transfer of value dalam dunia Islam tidak dapat lepas dari
pedoman utama kitab suci umat Islam yaitu Al Qur’an. Sedangkan metode yang
digunakan dalam bidang pendidikan sudah berkembang mulai dari masa para nabi
hingga masa sekarang. Maka dari pendapat pemakalah menyimpulkan bahwa, metode
pendidikan masa kini merupakan pengembangan dari metode dakwah yang digunakan
pada masa Rasulullah. Metode pendidikan selalu berkembang seiring dengan
perkembangan jaman, begitu juga dengan alat-alat pendidikan yang digunakan juga
semakin canggih.
Daftar
Pustaka
Ali, Muhammad Daud, Pendidikan
Agama Islam (Jakarta: Rajawali
Grafindo Persada, 2008), 45.
Basuki dan
Miftakhul Ulum, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam (Ponorogo: STAIN Po
Press, 2007), 9.
Hadhiri, Choiruddin, Klasifikasi Kandungan
Al Qur’an (Jakarta: Gema Insani, 2005), 290.
http://mifzawal.blogspot.com/2009/01/konsep-metode-pendidikan-dalam-al-quran.html,
diakses tanggal 27 Oktober 2011.
http://profilaminkutbi.blogspot.com/2010/01/makalah-metode-penelitian-pendidikan_19.html, diakses pada tanggal 3 Nopember 2011.
Shaleh, Qamaruddin, dan Dahlan, Asbabun
Nuzul (Bandung: Diponegoro, 1982), 294.
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al Mishbah (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), 385-387.
[1]
http://mifzawal.blogspot.com/2009/01/konsep-metode-pendidikan-dalam-al-quran.html, diakses
tanggal 27 Oktober 2011.
[12] http://profilaminkutbi.blogspot.com/2010/01/makalah-metode-penelitian
pendidikan_19.html, diakses pada tanggal 3 Nopember 2011.
EmoticonEmoticon