Makhluk yang diciptakan paling mulia dan sempurna adalah
manusia. Karena manusia diberi anugrah oleh Allah SWT berupa akal untuk
berfikir dan diberi mulut untuk berbicara dan berbahasa. Dengan berbicara dan
berbahasa manusia dapat berkomunikasi dengan sesamanya. Sedangkan dengan
pikiran manusia dapat memecahkan masalah yang dihadapi dan menyelesaikannya.
Kelebihan itu tidak dimiliki oleh makhluk ciptaan Allah yang lain. Dengan
adanya kelebihan yang dimiliki manusia tersebut maka pada makalah ini akan
dibahas mengenai bahasa dan pikiran.
II.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
1.
Pengertian
Bahasa
Menurut
kamus besar bahasa Indonesia ,
bahasa artinya system lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh
anggota masyarakat untuk bekerja sama, beriteraksi dan mengidentifikasi diri. Bahasa juga diartikan sebagai rangkaian
bunyi yang mempunyai makna tertentu. Rangkaian bunyi yang kita kenal sebagai
kata, melambangkan suat konsep. Kumpulan lambang bunyi dalam pemikirannya,
tidak terlepas dari yang satu dengan yang lainnya. Kata-kata itu dipergunakan
dalam suatu sistem yang terpola. Walaupun bunyi-bunyi bahasa itu digunakan
sudah benar sesuai dengan konvensi (kesepakatan pengguna bahasa), tetapi bila
hubungan antar kata-katanya itu tidak berpola, maka proses komunikasi tidak
akan berjalan dengan baik.
Bahasa
secara terminologis ada beberapa pendapat dari para pakar bahasa:
a.
Menurut Abu
al-Fath Ustman ibn Jinny:
اللغة
هى أصوات يعبّر بها كلّ قوم عن أغرضهم.
Bahasa adalah
suara-suara yang diucapkan oleh setiap bangsa untuk mengungkapkan tujuannya.
b.
Menurut linguis
modern Perancis Andre Martunat:
اللغة أداة تبلغ ويحصل بقياسها تحليل
لما بخبره الإنسان على خلاف بين جماعة وأخرى.
Bahasa adalah perangkat
penyampaian yang tersampainya dengan memahami sesuatu yang dikabarkan oleh
seseorang dengan cara berbeda antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya.
c.
Menurut linguis
Amerika Edward Sapir:
اللغة ظاهرة إنساتية وغير غريزيّة لتوصيل
العواطف والأفكار والرغبات بواسطة نظام مت الرّموز الصّوتية الإصطلاحيّة.
Bahasa adalah fenomena
manusia non instinktif untuk menyampaiakan perasaan, pikiran dan keinginan
dengan perantara system rumus bunyi istilahy.
d.
Definisi yang
disampaikan oleh linguis modern Noam Chomsky:
اللغة
ملكة فطريّة عند المتكلّمين بلغة ما لتكوين وفهم جمل نحويّة.
Bahasa adalah kepemilikan secara fitrah dari para
pembicara dengan bahasa tertentu untuk menyampaikan dan memahamkan kalimat
terstruktur.[1]
Dari berbagai definisi di atas maka dapat diketahui
beberapa karakteristik bahasa seperti berikut ini:
a. Bahasa adalah
sistem. Terdiri dari sistem bunyi, sistem morfologi dan sistem sintaksis.
b. Bahasa adalah
bunyi.[2]
Adapun proses terbentuknya bunyi bahasa secara garis besar terbagi menjadi
empat macam:
1) Proses keluarnya
bunyi dari paru-paru.
2) Proses fonasi,
yaitu lewatnya bunyi dalam tenggorokan.
3) Proses artikulasi,
yaitu proses terbentuknya bunyi oleh artikulator.
4) Proses oro-nasal,
yaitu proses keluarnya bunyi melalui mulut atau hidung.[3]
c. Bahasa itu
mengandung makna.
d. Bahasa itu
diperoleh.
e. Bahasa itu
berkembang atau berubah.
f. Bahasa adalah
fenomena sosial.
g. Bahasa itu
arbitrer.
h. Bahasa itu syimbol
atau lambang.
i.
Bahasa itu serupa dan universal. Keserupaan atau
unversalitas bahasa tersebut memiliki dasar yang kuat, diantaranya:
1) Seorang anak mampu
memperoleh bahasa manusia yang beragam dengan cara yang mudah.
2) Bahasa manusia itu
serupa dan universal karena seorang manusia yang memiliki perasaan yang berbeda
dan hidup dalam lingkungan yang berbeda akan mempunyai pemahaman yang sama
ketika dipadankan dengan kalimat yang mengandung makna sama.
3) Semua manusia
ketika mengucapkan bahasa yang bermacam-macam tadi tetap menggunakan perangkat
yang sama yaitu alat ucap. Sehingga alat ucap tersebut mampu menghasilkan
ucapan secara serupa. [4]
2. Pengertian Pikiran
Pikiran berasal dari kata dasar pikir. Menurut kamus
besar bahasa Indonesia, pikir artinya akal budi, ingatan,
angan-angan, kata dalam hati, kemudian mendapat tambahan -an menjadi kata pikiran. Pengertian pikiran
menurut kamus besar bahasa Indonesia Edisi 3, 2007 bahwa pikiran adalah akal
budi atau ingatan. Sedangkan berpikir adalah aktifitas mental manusia. Dalam
proses berpikir kita merangkai-rangkai sebab akibat, menganalisis dari hal-hal
yang umum ke yang khusus atau kita menganalisis dari hal-hal yang khusus ke
yang umum. Berpikir berarti merangkai konsep-konsep. Pikiran adalah proses
pengolahan stimulus yang berlangsung dalam domain representasi utama. Proses
tersebut dapat dikatagorikan sebagai proses perhitungan (computational
process).[5]
Proses
berpikir dilalui dengan tiga langkah yaitu: pembentukan pikiran, pembentukan
pendapat dan penarikan kesimpulan.
1. Pembentukan
pikiran
Pada pembentukan inilah
manusia menganalisis ciri-ciri dari sejumlah objek. Objek tersebut kita
perhatikan unsur-unsurnya satu demi satu. Misalnya: mau membentuk pengertian
manusia. Kita akan menganalisis ciri-ciri manusia.
2. Pembentukan
pendapat
Pada pembentukan
pendapat ini seseorang meletakkan hubungan antara dua buah pengertian atau
lebih yang dinyatakan dalam bentuk bahasa yang disebut kalimat. Pembentukan
pendapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu pendapat positif (pendapat yang
mengiakan sesuatu), pendapat negative (pendapat yang tidak menyetujui sesuatu)
dan pendapat modalitas (pendapat yang memungkinkan sesuatu).
3. Penarikan
kesimpulan
Pada penarikan
kesimpulan ini melahirkan tiga macam kesimpulan, yaitu kesimpulan induktif,
deduktif dan analogis (perbandingan).
B.
Pemrosesan
Bahasa Menjadi Pikiran
Bahasa
adalah salah satu anugerah Tuhan yang memungkinkan manusia untuk mengelola
pikirannya dan mengendalikan pengaruh luar terhadap pikirannya. Manusia seperti
makhluk lainnya berinteraksi dengan lingkungannya dan memproses data dari organ
panca indranya untuk menciptakan suatu representasi utama dari dunia.
Representasi di dunia menjadi sumber pesan yang diolah dalam pikiran.
Pesan-pesan yang disampaikan kepada manusia masuk ke
dalam unit pemrosesan khusus, dan di dalam unit tersebut pesan-pesan tersebut
bersaing dengan pesan-pesan lain. Pesan yang lebih kuat selanjutnya
mengaktifasi sel-sel motorik untuk melakukan fungsinya. Apabila citra sensori
sudah berwujud sebagai sebuah predator, maka seperangkat neuron akan melakukan
fungsinya untuk mengolah citra sensori tersebut. Meskipun proses tersebut
sangat panjang namun, kita tidak dapat menghitung dan merasakannya dan berlangsung
sangat singkat.[6]
C.
Keterkaitan
Bahasa dan Pikiran
Pikiran
manusia pada hakikatnya selalu mencari dan berusaha untuk memperoleh kebenaran.
Karena itu pikiran merupakan suatu proses. Dalam proses tersebut haruslah
diperhatikan kebenaran untuk dapat berpikir logis. Kebenaran ini hanya
menyatakan serta mengandalkan adanya jalan, cara, teknik serta hukum-hukum yang
perlu diikuti. Semua itu dirumuskan dalam logika. Selanjutnya terdapat beberapa
pengelompokan keterkaitan bahasa berdasarkan uraian para ahli, yaitu:
1. Bahasa
mempengaruhi pikiran
Pemahaman
kata mempengaruhi pikirannya terhadap realitas. Pikiran manusia dapat
terkondinisikan oleh kata yang manusia gunakan. Tokoh yang mendukung hubungan
ini adalah Benjamin Lee Whorf ( 1897-1941) dan gurunya Edward Sapir
(1884-1939). Whorf menyatakan bahwa bahasa menentukan pikiran seseorang sampai
kadang-kadang bisa membahayakan dirinya sendiri. Sebagai contoh, Whorf yang bekas
anggota pemadam kebakaran menyatakan “kaleng kosong” bekas minyak bisa meledak.
Kata kosong dengan pengertian tidak ada minyak di dalamnya. Padahal
sebenarnya ada cukup efek pada kaleng bekas minyak untuk bisa meledak. Jika isi
kaleng dibuang, maka kaleng itu akan kosong, tetapi dalam ilmu kimia hal ini
tidak selalu benar. Kaleng minyak yang sudah kosong masih bisa meledak kalau
terkena panas. Di sinilah, menurut Whorf, tampak jalan pikiran seseorang telah
ditentukan oleh bahasanya.
Untuk
menunjukkan bahwa bahasa mempengaruhi jalan pikiran manusia, Whorf menunjukkan
contoh lain. Kalimat see that wave dalam bahasa Inggris mempunyai pola
yang sama dengan kalimat see that house. Dalam see that house
kita memang bisa melihat sebuah rumah, tetapi dalam kalimat see that wave menurut
Whorf belum ada seorang pun yang melihat satu ombak. Yang terlihat sebenarnya
adalah permukaan air yang terus-menerus berubah dengan gerak naik-turun, dan
bukan apa yang dinamakan satu ombak. Jadi, di sini kita seolah-olah melihat
satu ombak karena bahasa telah menggambarkan begitu kepada kita. Ini adalah
satu kepalsuan fakta yang disuguhkan oleh satu organisasi hidup seperti ini,
dan kita tidak sadar bahwa pandangan hidup kita telah dikungkung oleh
ikatan-ikatan yang sebenarnya dapat ditanggalkan.[7]
2. Pikiran
mempengaruhi bahasa
Tokoh
psikologi kognitif yang tak asing bagi manusia, yaitu Jean Piaget menyatakan
bahwa ada keterkaitan antara pikiran dan bahasa. Bahasa adalah representasi
dari pikiran. Melalui observasi yang dilakuakan oleh Piaget terhadap
perkembangan aspek kognitif anak akan mempengaruhi bahasa yang digunakannya.
Semakin tinggi aspek tersebut maka semakin tinggi bahasa yang digunakannya.
Sebelum anak-anak menggunakan bahasanya secara efektif, anak-anak
memperlihatkan kemampuan kognitif yang cukup berarti dan beragam.
Menurut
Piaget ada dua pikiran, yaitu pikiran terarah atau intelligent dan pikiran yang
tidak terarah atau autistic. Pikiran yang terarah adalah pikiran yang
menghasilkan tindakan atau ujaran yang dapat dipertanggungjawabkan dan memiliki
landasan kuat, sedangkan pikiran yang tidak terarah umumnya pikiran yang sering
menimbulkan kekeliruan atau dampak yang tidak terduga. Mungkin itu sebabnya
terjadi tergelincir lidah.[8]
3. Bahasa
dan pikiran saling mempengaruhi
Hubungan
timbal balik antara bahasa dan pikiran dikemukakan oleh Benyamin Vygotsky,
seorang ahli semantic kebangsaan Rusia yang teorinya dikenal sebagai pembaharu
teori. Vygotsky mengatakan bahwa bahasa dan pikiran pada tahap permulaan
berkembang secara terpisah dan tidak saling mempengaruhi. Jadi, mula-mula
pikiran berkembang tanpa bahasa, dan bahasa mula-mula berkembang tanpa pikiran.
Lalu pada tahap berikutnya, keduanya bertemu dan saling bekerja sama, serta
saling mempengaruhi.
Pikiran
dan bahasa, menurut Vygotsky tidak dipotong dari satu pola. Struktur ucapan
tidak hanya mencerminkan, tetapi juga mengubahnya setelah pikiran berubah
menjadi ucapan. Karena itulah, bahasa tidak dapat dipakai oleh pikiran seperti
memakai baju yang sudah siap. Pikiran tidak hanya mencari ekspresinya dalam
ucapan, tetapi juga mendapatkan realitas dan bentuknya dalam ucapan itu. Pada
tahap lebih lanjut, yakni dalam perkembangan pikiran dan ucapan itu, tata
bahasa selalu mendahului logika (pemikiran).[9]
Dari ketiga kategori keterkaitan bahasa dan fikiran
di atas, kami penyususn makalah lebih setuju dengan kategori yang ke tiga,
karena keterkaitan tersebut masih bersifat relatif, kadang manusia berfikir
dahulu sebelum mengeluarkan kata-kata atau bahasa, dan kadang manusia
mengungkapkan bahasa dahulu kemudian berfikir.
D.
Hipotesis
Relativitas Bahasa
Pembicaraan
mengenai hubungan bahasa dan pikiran tidak lengkap tanpa menyinggung hipotesis
relativitas bahasa (linguistic relativity). Hipotesis relativitas
linguistic beranggapan bahwa bahasa hanya refleksi dari pikiran yang
memunculkan makna. Bahasa mempengaruhi pikiran, sehingga muncul ungkapan bahwa
bahasa mempengaruhi cara berpikir penuturnya. Relativitas bahasa muncul karena
adanya sebuah kenyataan atau fakta bahwa setiap bahasa memiliki caranya
masing-masing dalam mendeskripsikan dunia. Bahasa telah menciptakan sebuah
sistemnya sendiri untuk mendeskripsikan dunia. Sistem tersebut tidak dapat
diukur atau tidak dapat disamakan satu sama lain.
Dalam teori relativitas bahasa (Hipotesis Sapir-Whorf)
terungkap bahwa bahasa-bahasa yang berbeda membedah sistem-sistem konsep
tergantung pada bahasa-bahasa beragam yang digunakan oleh berbagai kelompok
masyarakat. Sapir dan Whorf sepakat bahwa bahasa menentukan pikiran seseorang.
Jalan pikiran seseorang sangat ditentukan oleh bahasanya. Namun banyak studi
yang memperlihatkan kurang kuatnya hipotesis Whorf, antara lain dilakukan oleh
Rosh (1973) mengenai focal colors, Heider (1972) merupakan color chips, dan
Carrol dan Casagrande (1958) mengenai bahasa Nahavo. Bahasa memang dapat
mempengaruhi kita, tetapi bukan untuk menentukan jenis-jenis gagasan yang dapat
kita pikirkan.
Kontroversi Hipotesis Sapir-Whorf ditengahi oleh Humbolt,
yang meyakini bahwa manusia pada mulanya memakai pikiran untuk mengategorikan
dunia dan mencantumkannya dalam bahasa, tetapi setelah bahasa terbentuk,
manusia menjadi terikat pada apa yang mereka ciptakan sendiri. Ada
ketergantungan pikiran manusia pada bahasa yang digunakan. John B. Watson
meyakini bahwa semua manusia memberikan respon terhadap stimulus yang
diberikan. Watson berpendapat, pikiran hanyalah ujaran “subvokal”, sehingga
ketika mereka berfikir maka mereka sedang berbicara pada diri mereka sendiri.[10]
III.
PENUTUP
Simpulan
1.
Bahasa artinya
system lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh anggota masyarakat
untuk bekerja sama, beriteraksi dan mengidentifikasi diri. Bahasa juga diartikan sebagai rangkaian
bunyi yang mempunyai makna tertentu.
Sedangkan pikiran berasal dari kata dasar pikir. Pikir artinya akal budi, ingatan,
angan-angan, kata dalam hati, kemudian mendapat tambahan -an menjadi kata pikiran.
2.
Manusia berinteraksi dengan lingkungannya dan pesan-pesan yang disampaikan kepada manusia masuk ke
dalam unit pemrosesan khusus, dan di dalam unit tersebut pesan-pesan tersebut
bersaing dengan pesan-pesan lain. Pesan yang lebih kuat selanjutnya
mengaktifasi sel-sel motorik untuk melakukan fungsinya. Apabila citra sensori
sudah berwujud sebagai sebuah predator, maka seperangkat neuron akan melakukan
fungsinya untuk mengolah citra sensori tersebut. Meskipun proses tersebut
sangat panjang namun, kita tidak dapat menghitung dan merasakannya. Dan
berlangsung sangat singkat.
3.
Terdapat beberapa pengelompokan keterkaitan bahasa
berdasarkan uraian para ahli, yaitu:
a.
Bahasa Mempengaruhi Pikiran
b.
Pikiran Mempengaruhi Bahasa
c.
Bahasa dan Pikiran Saling Mempengaruhi.
4.
Hambolt berpendapat, manusia pada mulanya memakai pikiran
untuk mengategorikan dunia dan mencantumkannya dalam bahasa, tetapi setelah
bahasa terbentuk, manusia menjadi terikat pada apa yang mereka ciptakan
sendiri. Ada ketergantungan pikiran manusia pada bahasa yang digunakan. Watson
berpendapat, pikiran hanyalah ujaran “subvokal”, sehingga ketika mereka
berfikir maka mereka sedang berbicara pada diri mereka sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Arifuddin. Neuro Psiko Linguistic. Jakarta : Rajawali Press.
2010.
Chaer, Abdul. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta : Rineka Cipta.
2003.
Mahmudah. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Makassar : Universitas
Negeri Makasar.
2010.
Resmini, Novi,. Iyos A. Rosmana
dan Basyuni. Kebahasaan (Fonologi, Morfologi dan Semantik). Bandung: UPI
Press. 2006.
Tricahyo, Agus. Pengantar Linguistik Arab.
Ponorogo: STAIN
[1] Agus Tricahyo, Pengantar
Linguistik Arab (Ponorogo: STAIN PO Press, 2011), hal 1-2.
[2] Agus Tricahyo, Pengantar Linguistik Arab, hal
32-33.
[3] Novi
Resmini, Iyos A. Rosmana dan Basyuni, Kebahasaan (Fonologi, Morfologi dan
Semantik), (Bandung: UPI Press, 2006), hal 11.
[5]
Mahmudah, Psikolinguistik: Kajian Teoretik, ( Makassar: Universitas
Negeri Makasar, 2010) hal 35.
[7]
Abdul Chaer, Psikolinguistik: Kajian Teoritik (Jakarta: Rineka Cipta,
2003), hal 52-54.
[9] Abdul Chaer,
Psikolinguistik: Kajian Teoritik, hal 55-56.
9 komentar
@_@ ssalamualikum
Maaf, saya copy artikel ini untuk keperluan studi.thank
numpang tanya,,, yang lebih dulu bahasa atau pikiran?
kalau kita berpikir mungkin bahasa yang kita pikirkan tetapi kalau kita berbicara tentu saja berpikir dulu. jadi yang lebih dulu apa?
Makasih saya baca blokny ya
😀
Makasih saya baca blokny ya
😀
Diatas tadi disebutkan, bahwa kadang seseorang berbicara baru berpikir yang menyebabkan pikiran tidak mempengaruhi bahasa melainkan bahasa mempengaruhi pikiran. Oleh karena itu ada kesimpulan lain bahwa pengaruh antara bahasa dan pikiran itu relatif
Yang menarik adalah ketergantungan kita pada bahasa yang kita (kelompok manusia) buat sendiri dan secara tidak disadari hal ini membuat pikiran kita terpagari oleh bahasa. Ini yang menimbulkan pendapat bahwa bahasa mempengaruhi pikiran.
Tapi intinya adalah bahasa itu alat. Sedangkan pikiran adalah sesuatu yang digunakan manusia salah satunya untuk memanfaatkan suatu alat
Terimakasih... tulisannya sangat bagus dan bermanfaat sekali bagi saya.
Maaf, IZIN saya copy artikel ini untuk keperluan studi.Terima Kasih
EmoticonEmoticon