Saturday, December 14, 2013

MADHAB DHAHIRI


  1. Biografi Pendiri Madzhab Dhahiri.
Madzhab Dhahiri adalah salah satu dari madzhab-madzhab sunni yang telah lenyap. Pendiri madzhab ini adalah Abu Sulaiman Daud Ad Dhahiri. Beliau dilahirkan di Kufah pada tahun 202H, dibesarkan di Bagdad dan wafat disana pada tahun 270H.
Mula-mula beliau bermadzhab syafi’i secara mendalam dan amat teguh memegang hadits. Beliau pernah belajar pada Ishaq Ibn Rahawaih, salah seorang fuqaha’ madrasah Al Hadits pada tahun 233H. Walaupun beliau ini mempelajari madzhab Asy Syafi’i secara mendalam, sedang ayahnya Qadhi Abdullah ibn Khalid al Kufiy (panitera yang bertugas di Asfahan pada masa al Makmun khalifah ke-7 dari Bani Abbas) bermadzhab Hanafi, namun pada kemudiannya beliau menentang madzhab Asy Syafi’i, lantaran Asy Syafi’i mempergunakan qiyas dan memandangnya sebagai sumber hukum. Oleh karenanyalah fuqaha’-fuqaha’ Syafi’iyah menentangnya. Daud pernah berkata: “Saya telah mempelajari dalil-dalil istihsan. Maka saya mendapati bahwa dalil-dalil itu juga membatalkan qiyas.”

  1. Imam-Imam Pengikut Madzhab Dhahiri.
Madzhab ini diikuti oleh banyak ulama. Di antaranya adalah anaknya sendiri Muhammad Ibn Daud (w. 297H) dan Ibn Mukhallis (w. 324H). madzhab ini berkembang di Andalus hingga abad ke-5H kemudian berangsur-angsur mundur hingga lenyap sama sekali di abad ke-8H. Murid-murid Imam Dhahiri:
  1. Ibrahim ibn Muhammad (244-323 H) bergelar Nafthawaih.
  2. Zakaria ibn Yahya al Sajiy (w. 307 H)
  3. Abbas ibn Ahmad ibn al Fadl al Quraisyiy
  4. Muhammad ibn Ishak al Qasyaniy
  5. Yusuf ibn Yaqub ibn Mahran
Di antara ulama besar yang membela dan mempertahankan prinsip-prinsip madzhab ini adalah Abu Muhammad Ali Ibn Hazm Al Andalusi (w. 456H). Beliau inilah yang membukukan madzhab Dhahiri dan telah menulis beberapa buku besar baik dalam bidang Ushul maupun dalam bidang furu’. Dalam bidang Ushul beliau menulis kitab Ushulul Ihkam Li Ushulil Ahkam sedang dalam bidang fiqh beliau menulis Al Muhalla. Kedua kitab ini tinggi nilainya.
Di antara kitab fiqh yang pernah ditulis oleh Daud telah lenyap, adalah: Kitab Ibtalu al Taqlid, Kitab Ibthalu al Qiyas, Kitab Khabar Ahad, Kitab Mujib li al Islami, Kitab al Hujjah dan Kitab al Mufassar wa al Mujmal.

  1. Metodologi Istimbad Madzhab Dhahiri.
Daud berpendapat bahwa nash-nash yang dipergunakan Ahlu ra’yi dalam memandang qiyas sebagai dasar hukum, adalah berguna diwaktu tidak ada sesuatu nash dari Kitabullah atau Sunnah Rasul dan beliau berpendapat bahwa apabila kita tidak memperoleh nash dari Al Qur’an dan As Sunnah, maka hendaklah kita memusyawarahkan hal tersebut dengan para ulama, bukan kita berpegang kepada ijtihad sendiri.
Madzhab beliau dikenal dengan nama madzhab Dhahiri karena beliau berpegang kepada dhahir Al Qur’an dan Asy Sunnah, tidak menerima ijma’ terkecuali ijma’ yang diakui oleh semua ulama, tanpa menta’wilkan, menganalisa dan menggali dengan illahatau kausa hukum. Demikian juga ia tidak berpegang dengan rasio, istihsan, istishab, maslahah mursalah dan dalil-dalil semisalnya. Dia tidak memandang satupun dari dalil yang demikian itu sebagai dalil hukum. Pemikiran Daud ini didasarkan pada Al Qur’an surat An Nisa’, ayat 59: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
Imam Daud merupakan salah seorang ulama yang terkenal anti ta’lid, mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui dasar-dasarny. Menurut Daud ad Dhahiri, bahwa seseorang itu meskipun ia tidak dapat memahami ajaran Islam sehingga ia tidak dapat mengetahui maksud-maksud ayat Al Qur’an dan Hadits, maka sekurang-kurangnya ia dapat mengetahui apakah ibadah yang akan dikerjakannya itu, benar-benar berlandaskan Al Qur’an dan hadits apa tidak.
Contoh-contoh fiqh madzhab dhahiri:
*      Tidak sah talaq kecuali kepada 3 lafad yaitu:
الطلاق – التسريح – الفراق
Jika sudah diniatkan oleh suami untuk menceraikan istrinya dengan 3 lafad tersebut, maka talaqnya sah.
*      Dalam menjatuhkan talaq tidak boleh diwakili. Tidak sah kalau hanya dilakukan oleh wakil.
*      Asal hukum nikah adalah wajib, berdasarkan Al Qur’an:
فانكحوا ماطاب لكم من النساء (النساء: 3)
*      Mempersaksikan jual beli, tolak dan rujuk hukumnya wajib, tidaksah talaq dan rujuk tanpa 2 orang saksi adil.
*      Barangsiapa tidak berniat menjatuhkan talaq akan tetapi karena salah bicara, jika ada bukti yang menunjukkan bahwa orang itu hendak menjatuhkan talak kepada istrinya, maka dihukumlah sebagai talaq, akan tetapi jika tidak ada bukti yang menunjukkan hal itu maka tidak dianggap sebagai talaq.
*      Istri yang kaya wajib memberi nafkah kepada suaminya yang dalam keadaan susah atau sulit mendapatkan biaya hidup, berdasarkan Al Qur’an surat Al Baqoroh 228 sebagai berikut:
ولهن مثل الذى عليهن بالمعروف (البقرة:228)
      Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya.
وتعاونوا على البر والتقوى (المائدة:2)
      Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan.

  1. Sumber-Sumber Hukum Madzhab Dhahiri.
Madzhab ini bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah juga dari nash yang diijma’i oleh para sahabat. Walaupun madzhab ini pada dasarnya berpegang pada dhahir nash, tetapi kita dapat menjumpai beberapa nadhariyah (theori) yang sesuai dengan nadhariyah Barat. Dalam madzhab inilah kita menjumpai pendapat yang menetapkan bahwa istri yang berharta wajib menafkahi suaminya yang fakir.

DAFTAR PUSTAKA

Hasbi Ash Shiddieqy. M.  Pengantar Ilmu Fiqh, Jakarta: Bulan Bintang, 1967.


EmoticonEmoticon